Minggu, 01 September 2013

Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Sikap pada Matematika terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMK Negeri 1 Pantai Cermin

Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Sikap pada Matematika terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMK Negeri 1 Pantai Cermin



Oleh Dra. Hilda Ekayani Lubis

Abstract



The objectives of this study are to investigate whether the students is higher than those students which are taught by using Realistic Learning Approach is higher than using KTSP learning approach, to find out whether the learning achievement of math of the student with high attitude to mathematical is higher than of the students with  low attitude to mathematical, to find out the interaction between the learning approaches and students’ mathematis attitude with math learning achievement.The population in this study is the students of senior High School SMK  in Pantai Cermin in the XI semester, while the sample of this study was four classes of the XI semester which were taken by cluster random sampling. The method of this research was quasy-experiment with 2 x 2 factorial design ; the data were analysed by means of statistical analysis by applying 2 x 2 Anava. The instrument in collecting data of learning achievement was a multiple-choice tes that consisted of 40 items with reliability of  0.867. In Collecting data of mathematical attitude a 30 items test adopted from Rotter was administrated to the students. Before data analyzed used at first tested by analysis rules in normality and homogenity of data. Normality test was using Liliefors test while Homogenity was tested using Bartlett test. The data was analyzed using two ways Anava with α = 0.05 and then using Tukey.The results of the sutdy were: (1) the mean of the learning achievement of the students who were taught by using realistic approach was   = 31.54 higher than those who were taught by using  KTSP learning approach     = 30.24 with F observe = 72.09 > F table = 4.00, (2) the mean of the student with high mathematical attitude was  = 33.72 higher than those with low mathematical attitude  = 28.78 with F observe = 4.17 > F table = 4.00, and there was an interaction between learning approaches and mathematical attitude with math learning achievement with F observe = 14.97  > F table = 4.00. Based on the result of the study, it is concluded that for the students with high  mathematical attitude, realistic learning approach is appropriate, and for those with low mathematical attitude, KTSP learning approach is approriate. The implication of the study is specialized to Math taechers in order that in applying learning approach, they consider the students characteristic (especially mathematical attitude).


A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dari proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Namun untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah, ada banyak masalah yang dihadapi. Salah satu masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan.
Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia. Namun demikian, sampai saat ini hasilnya belum menggembirakan, kalau tidak mau dikatakan menyedihkan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator hasil belajar, antara lain dalam Ujian Nasional (UN), temuan sejumlah penelitian, dan kontes internasional matematika seperti yang dilaporkan oleh The Third International Mathematics and Science Study,  Bansu (2009: 1). Menurut Niss  yang dikutip oleh Hadi (2005: 3) salah satu alasan utama diberikan matematika kepada siswa-siswa di sekolah adalah untuk memberikan kepada setiap individu pengetahuan yang dapat membantu mereka untuk mengatasi berbagai hal dalam kehidupan, seperti pendidikan atau pekerjaan, kehidupan pribadi, kehidupan social, dan kehidupan sebagai warga negara.
Menurut Galilei yang dikutip Sriyanto (2007: 3) alam semesta itu bagaikan sebuah buku raksasa yang hanya bisa dibaca jika orang mengerti bahasanya, akrab dengan lambang dan huruf yang dipakai di dalamnya, dan bahasa alam semesta itu tidak lain adalah matematika. Namun matematika sering dianggap sebagai momok yang menakutkan oleh sebagian besar siswa karena matematika cenderung dianggap sebagai pelajaran yang sulit. Sebagian besar siswa menunjukkan hasil yang kurang memuaskan dalam prestasi belajar matematika dan mengakibatkan sikap siswa terhadap matematika itu beragam. Siswa yang memiliki kemampuan dibidang matematika akan tertarik mempelajarinya, sedangkan yang kurang kemampuannya mengakibatkan rasa pesimis dan tidak tertarik. Padahal sudah tidak disangsikan lagi bahwa matematika memegang peranan yang cukup penting dalam kehidupan manusia.
Rendahnya hasil belajar matematika tentu banyak faktor yang mempengaruhinya. Namun secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Salah satu faktor eksternal adalah pendekatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru, guru matematika mungkin perlu melakukan introspeksi terhadap cara mengajarnya. Karena kadang-kadang kebencian siswa terhadap matematika tidak pada matematika itu sendiri, tetapi pada cara mengajar di kelas. Agar kita bisa mengajar matematika dengan baik dan menyenangkan, mungkin kita perlu belajar bagaimana mencintai matematika. Sedangkan yang merupakan faktor internal diantaranya adalah motivasi berprestasi siswa.  Faktor luar misalnya peranan guru, ingin mendapat manfaat praktis dari pelajaran, ingin mendapat penghargaan dari teman terutama dari guru, ingin mendapat nilai yang baik sebagai bukti “mampu berbuat”. Sedangkan faktor luar mencakup lingkungan sosial yang membangun dalam kelompok, lingkungan fisik yang memberi suasana nyaman, tekanan, kompetesi, termasuk fasilitas belajar yang memadai, membangkitkan minat, motivasi berprestasi dan sebagainya.
Pendekatan pembelajaran yang dipilih hendaknya sesuai dengan metode, media dan sumber belajar lainnya yang dianggap relevan dalam menyampaikan informasi, dan membimbing siswa agar terlibat secara optimal, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman belajar dalam rangka menumbuhkembangkan kemampuannya, seperti : mental, emosional, dan sosial serta keterampilan atau kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian pemilihan pendekatan pembelajaran yang sesuai dapat membangkitkan dan mendorong timbulnya aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tertentu. Setiap satuan pendidikan berhak mempergunakan pendekatan pembelajaran yang sengaja dipilih untuk meningkatkan prestasi siswa.
Untuk memperoleh hasil belajar yang diharapkan dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang mampu untuk lebih memberdayakan siswa dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini, penulis memilih pendekatan pembelajaran realistik sebagai pilihan dalam penelitian ini. Pendekatan pembelajaran realistik menekankan pentingnya konteks nyata yang dikenal siswa dan proses kontruksi pengetahuan matematika oleh siswa sendiri. Pendekatan pembelajaran matematika realistik merupakan suatu pendekatan yang menjanjikan dalam pembelajaran matematika. Berbagai literatur menyebutkan bahwa pembelajaran matematika realistik berpotensi meningkatkan pemahaman matematika siswa. Dalam pembelajaran matematika realistik siswa tidak dipandang sebagai botol kosong yang harus diisi dengan air. Sebaliknya siswa dipandang sebagai human being yang memiliki seperangkat pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungannya. Selanjutnya, siswa juga memiliki potensi untuk mengembangkan pengetahuan tersebut bagi dirinya. Di dalam pembelajaran matematika diakui bahwa siswa dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman matematika apabila diberikan ruang dan kesempatan untuk itu. Siswa dapat merekonstruksi kembali temuan-temuan dalam bidang matematika melalui kegiatan dan eksplorasi berbagai permasalahan, baik permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (daily life problems) maupun permasalahan di dalam matematika sendiri (mathematical problems).
Hadi (2005: 38) mengatakan bahwa Pembelajaran Matematika Realistik  mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut : 1) siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya, 2) siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri, 3) pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan, 4) pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman, dan 5) setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematik.
Paradigma baru pendidikan menyarankan pembelajaran aktif (active learning). Sebagaimana peribahasa China yang menyatakan : “Saya dengar, maka saya lupa; saya lihat, maka saya ingat; saya lakukan, maka saya mengerti “. Dalam hal ini guru harus menghindari memberikan ceramah, tetapi harus mampu menciptakan dan mengembangkan pengalaman belajar yang mendorong aktivitas siswa. Bahkan di dalam Pembelajaran Matematika Realistik diharapkan siswa tidak sekedar aktif (sendiri), tetapi ada aktivitas bersama diantara mereka. Negeri Belanda adalah pionir dalam PMR, terutama berdasarkan hasil penelitian dan karya Institut Freudenthal. Kemudian di Amerika Serikat sejumlah sekolah mulai menggunakan materi kurikulum Pembelajaran Matematika Realistik yang dikembangkan atas kerja sama antara University of Wisconsin dan Institut Freudenthal melalui proyek yang disebut MiC (Mathematics in Context).
Menurut Gravemeijer yang dikutip oleh Hadi (2005: 9), salah satu sebab mengapa pembelajaran matematika realistik diterima di banyak negara adalah karena konsep PMR itu sendiri. Berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal, dalam PMR matematika dianggap sebagai aktivitas insani (mathematics as human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Menurut filsafat PMR siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika di bawah bimbingan guru, dan penemuan kembali ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai persoalan dan situasi dunia nyata, (Hadi, 2005: 9). Selanjutnya, di dalam PMR proses belajar memainkan peranan yang penting. Menurut Gravemeijer yang dikutip oleh Hadi (2005: 10), rute belajar (learning route), di mana siswa dapat menemukan hasil berdasarkan usaha mereka sendiri, harus dipetakan. Dengan demikian, dalam PMR guru harus mengembangkan pengajaran yang interaktif dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif berpartisipasi dalam proses belajar mereka sendiri.
Perbaikan proses pembelajaran di kelas dapat dititikberatkan pada aspek kegiatan belajar mengajar. Aspek ini terkait langsung dengan tanggung jawab guru dalam membina subjek didik menjadi lebih termotivasi untuk belajar sekalipun dengan dukungan yang minimal dari guru tanpa perlu diceramahi. Konsep ini berasal dari acuan bahwa tidak ada siswa yang bodoh, dan pengalaman membuktikan bahwa keterbelakangan hanya terjadi jika subjek tersebut malas bekerja.  Disamping pendekatan pembelajaran, Merril (1979) berpendapat bahwa karakteristik siswa merupakan kondisi pengajaran yang harus dijadikan pijakan dalam mengembangkan dan menetapkan pendekatan pembelajaran untuk memperoleh hasil belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Lebih lanjut Dick & Carey (2005) mengatakan bahwa seorang guru hendaknya mampu untuk mengenal dan mengatahui karakteristik siswa, sebab pemahaman yang baik terhadap karakteristik siswa akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar siswa, karena jika seorang guru dapat mengetahui karakteristik siswanya, maka selanjutnya guru dapat menyesuaikan dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini  dilakukan di SMK Negeri 1 Pantai Cermin, Jalan Menang No. 1 Pantai Cermin pada semester genap tahun ajaran 2009/2010, dalam rentang waktu 10 (sepuluh) kali pertemuan dihitung mulai dari pemberian tes awal dan tes akhir pembelajaran yang berlangsung selama 2 bulan terhitung mulai Maret – Mei 2010. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik sampel kelompok secara acak (cluster random sampling) yakni dari 5 kelas dipilih 2 kelas sebagai sampel yang dikenakan perlakuan melalui pemilihan secara acak. Untuk menentukan jenis perlakuan pada setiap kelas dilakukan secara undian dan hasilnya diperoleh kelas XI Adm Perkantoran 2 (35 orang) menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik dan kelas XI Adm Perkantoran 1 (35 orang) menggunakan pendekatan dalam KTSP, maka jumlah sampel penelitian adalah 70 orang.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (kuasi eksperimen) dengan desain faktorial 2 x 2. Melalui desain ini akan dibandingkan pengaruh pendekatan pembelajaran matematika realistik dan  KTSP terhadap hasil belajar matematika. Pendekatan pembelajaran matematika realistik dan  KTSP diperlakukan kepada kelompok eksperimen siswa dengan sikap matematika yang berbeda. Pendekatan pembelajaran matematika sebagai variabel  bebas, perbedaan sikap terhadap pelajaran matematitika sebagai variabel moderator dan perolehan hasil belajar dalam mata diklat matematika sebagai variabel terikat.
Sebelum dilaksanakan perlakuan terlebih dahulu ditinjau faktor-faktor kesamaan dari kedua kelompok eksperimen yaitu kesamaan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk meyakinkan kedua kelompok eksperimen mempunyai karakteristik yang dianggap sama, kecuali faktor perlakuan pendekatan pembelajaran. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan pembelajaran antara lain faktor  tujuan pembelajaran, guru, situasi, kondisi kelas dan metode pembelajaran. Dalam penelitian ini tujuan yang akan dicapai kedua kelas eksperimen adalah yang sesuai dengan yang dirumuskan dengan kurikulum 2006 mata pelajaran matematika.
(1)
Pada pelaksanaan perlakuan, di dalam memberikan pembelajaran tidak dibedakan antara kelompok siswa yang memiliki sikap terhadap matematika tinggi dan sikap terhadap matematika rendah. Pengelompokannya hanya dilakukan pada analisis data. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik statistik deskriptif dan Inferensial. Teknik statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data, antara lain : nilai rata-rata (mean), median, modus, standard deviasi  dan kecenderungan data. Teknik statistik inferensial  digunakan untuk menguji hipotesis penelitian, dimana teknik inferensial yang akan digunakan adalah teknik Analisis Varians (ANAVA) dua jalur (desain faktorial 2 x 2) dengan taraf signifikan 0,05 (Usman,2006: 158). Sebelum anava dua jalur dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas menggunakan Uji Liliefors, dan untuk uji persyaratan homogenitas menggunakan Uji Bartlett.

C.  Hasil Penelitian Dan Pembahasan

a. Hasil Penelitian

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis varians faktorial 2 x 2. Rangkuman hasil perhitungan Anava dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel. 1. Rangkuman Anava Faktorial 2 x 2
Berdasarkan rangkuman di atas maka akan dirinci pengujian hipotesis sebagai berikut:

  1. 1.      Hipotesis Pertama

Pengujian hipotesis pertama yang berbunyi: hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran realistik lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan pendekatan dalam  KTSP. Hipotesis statistiknya adalah:

Ho1 : µA1 = µA2
Ha1 : µA1 > µA2

Hasil Anava menunjukkan diantara kedua rata-rata tersebut terdapat perbedaan yang signifikan pada p < 0,05 karena Fhitung = 72,09 sedangkan Ftabel = 4,00.  Berdasarkan perhitungan Anava diperoleh Fhitung = 72,09 sedangkan nilai Ftabel = 4,00 untuk dk (1,60) dan taraf nyata α = 0,05, ternyata Fhitung = 72,09 > Ftabel = 4,00 sehingga pengujian hipotesis menolak Ho. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pendekatan dalam  KTSP.

  1. 2.      Hipotesis Kedua

Pengujian hipotesis kedua yaitu : hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap matematika tinggi lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang memiliki sikap matematika rendah. Hipotesis statistiknya adalah:

Ho2 : µB1 = µB2
Ha2  : µB1 > µB2

Hasil Anava menunjukkan bahwa diantara kedua rata-rata tersebut terdapat perbedaan yang signifikan pada p = 0,05 karena Fhitung = 4,17 lebih besar dari Ftabel = 4,00, sehingga pengujian hipotesis menolak Ho. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap matematika tinggi lebih tinggi daripada hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap matematika rendah

  1. 3.      Hipotesis Ketiga

Pengujian hipotesis ketiga yaitu: terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan sikap terhadap matematika dalam mempengaruhi hasil belajar matematika. Hipotesis statistiknya adalah:

Ho3 : A X B = 0
Ha3 : A X B ≠ 0

Berdasarkan perhitungan Anava diperoleh Fhitung = 14,97, sedangkan nilai Ftabel = 4,00 untuk dk (1,60) dan taraf nyata α = 0,05, ternyata Fhitung = 14,97 > Ftabel = 4,00 sehingga pengujian hipotesis menolak Ho. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat interaksi anatara pendekatan pembelajaran dan sikap terhadap matematika dalam mempengaruhi hasil belajar matematika dapat diterima dan terbukti secara empirik.  Untuk mengetahui perbedaan antara pendekatan pembelajaran dan sikap terhadap matematika terhadap hasil belajar matematika, maka dilakukan uji lanjut dengan Uji Tukey karena jumlah sampel sama ( n sama ). Rangkuman perhitungan Uji Tukey adalah sebagai berikut.

Tabel.2. Rangkuman Uji Tukey

Secara keseluruhan hasil Uji Tukey menunjukkan dari enam kombinasi perbandingan rata-rata hasil belajar matematika, maka berdasarkan Tabel 21. terdapat satu dari enam kombinasi yang dibandingkan menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Namun demikian terdapat interaksi pendekatan pembelajaran yang memiliki sikap matematika terhadap hasil belajar matematika, hal ini terlihat dari: (a) pendekatan pembelajaran matematika realistik memberikan hasil belajar yang lebih tinggi pada siswa yang memiliki sikap matematika tinggi daripada siswa yang memiliki sikap matematika rendah, dan (b) pendekatan dalam  KTSP memberikan hasil belajar yang lebih tinggi pada siswa yang memiliki sikap matematika tinggi daripada siswa yang memiliki sikap matematika rendah, juga terbukti. Hal ini diketahui dari rata-rata skor siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan matematika realistik pada siswa yang memiliki sikap matematika tinggi ( = 35,50 ) lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang memiliki sikap matematika rendah ( = 26,88 ) dan rata-rata skor siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan dalam  KTSP pada siswa yang memiliki sikap matematika tinggi ( = 32,13 ) lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang memiliki sikap matematika rendah ( = 29,25 ).
Hasil pengujian uji lanjut di atas, menunjukkan adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dan sikap matematika terhadap hasil belajar matematika Siswa SMK Negeri 1 Pantai Cermin .

b.  Pembahasan Hasil Penelitian

  1. 1.      Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa Yang Diajar Dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Dan Siswa Yang Diajar Dengan Pendekatan Pembelajaran Dalam  KTSP

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan dalam  KTSP. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Becher dan Seller yang dikutip Hadi (2005) penerapan pembelajaran realistik menghasilkan prestasi akademik yang lebih tinggi untuk seluruh siswa, kemampuan lebih baik untuk mengeluarkan ide dan diharapkan untuk sharing ide-idenya artinya mereka bebas mengkomunikasikan idenya satu sama lain. Demikian juga dengan penelitian Hadi (2005) yang menyatakan bahwa siswa senang pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik.
Lain halnya dengan pendekatan dalam KTSP. Pendekatan dalam  KTSP harus terlebih dahulu diorganisasikan sedemikian rupa yang dimulai dari menyampaikan tujuan dan memotivasi, menyajikan informasi serta mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar. Selain itu proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan dalam  KTSP materi pelajaran matematika kurang dekat dan relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih baik digunakan dalam pembelajaran matematika daripada pendekatan dalam  KTSP.

  1. 2.      Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa Dengan Sikap Matematika Tinggi Dan Siswa Dengan Sikap  Matematika Rendah

Hasil belajar siswa yang memiliki sikap matematika tinggi lebih baik dibandingkan dengan sikap  matematika rendah karena siswa yang memiliki sikap   matematika tinggi mampu menggunakan konsep dalam menganalisis suatu informasi yang diterima. Siswa dengan sikap matematika tinggi mampu belajar sendiri dan selalu ingin mengetahui sebab-sebab dari suatu persoalan atau masalah. Sedangkan siswa yang memiliki sikap matematika rendah sangat tergantung dengan petunjuk atau prosedur yang lengkap dan teratur dalam menemukan dan memecahkan masalah dalam belajar matematika. Dengan kata lain siswa yang memiliki sikap matematika rendah tidak siap kalau belajar menemukan sendiri, cenderung suka belajar berkelompok.
Menurut Rensis Likert yang dikutip Saefuddin (2008), sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Sikap merupakan salah satu faktor yang menentukan bentuk perilaku. Sikap siswa terhadap matematika dapat berupa sikap positif yang dapat membantu siswa untuk menghargai mata pelajaran matematika dan membantu siswa mengembangkan rasa percaya diri terhadap kemampuan dirinya, sedangkan sikap negatif tidak dapat membantu siswa untuk menghargai mata pelajaran matematika dan tidak dapat membantu siswa mengembangkan rasa percaya diri terhadap kemampuan dirinya. Pembelajaran peluang selama ini sangat bertentangan dengan prinsip belajar matematika, dimana mengharuskan siswa mempelajari matematika dengan pemahaman. Hal ini karena matematika bersifat hirarkis, yaitu materi matematika itu tersusun rapi, ada urutan-urutannya mulai yang rendah ke tinggi atau dari yang tinggi ke yang rendah. Hal ini yang membedakan matematika dengan ilmu lain karena pengertian/konsep atau pernyataan/sifat matematika terjaga konsistennya. Implikasinya pemahaman pada suatu konsep akan mempengaruhi pemahaman pada konsep berikutnya yang berkaitan. Pemahaman dikatakan terjadi jika pengetahuan yang ada dalam otak menjadi satuan-satuan yang terkoneksi satu dengan yang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Andersen, J.R., et al (2000) bahwa pengetahuan dibangun melalui konstruksi pengetahuan di otak siswa sehingga terbentuk hubungan dan saling keterkaitan antara materi. Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme yang diharapkan dalam KTSP.
Berdasarkan uraian di atas tampak penyebab perbedaan dan hasil belajar matematika antara siswa yang memiliki sikap matematika tinggi dan siswa yang memiliki sikap  matematika rendah.

  1. 3.      Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran Dengan Sikap Terhadap Matematika Dalam Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis ketiga, ternyata ada interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan Sikap terhadap matematika dalam mempengharuhi hasil belajar matematika. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Pendekatan pembelajaran matematika realistik memberikan pengaruh lebih tinggi terhadap hasil belajar matematika bila digunakan kepada kelompok siswa yang memiliki sikap matematika tinggi dibandingkan bila digunakan pada kelompok siswa yang memiliki sikap matematika rendah.  Hal ini dapat terjadi karena pendekatan pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Fredeunthal yang menjelaskan bahwa matematika dipandang sebagai aktivitas manusia. Pendekatan pembelajaran realistik sangat berpusat pada kemampuan siswa dalam menemukan jawaban dari suatu persoalan yang ada dilingkungannya dalam pelajaran matematika dan menekankan pada langkah-langkah berpikir mulai dari mengamati sampai kepada mendeskripsikan dan melaporkan hasil perolehannya untuk mencapai penyelesaian. Situasi pembelajaran yang demikian memberikan pengaruh yang lebih tinggi terhadap hasil belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki sikap  matematika tinggi dibanding dengan siswa yang memiliki sikap matematika rendah.
Hasil analisis data penelitian ini menunjukkan, bahwa hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap matematika tinggi dan dibelajarkan dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik  lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap matematika rendah dan dibelajarkan dengan pendekatan dalam  KTSP. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Becher dan Seller (Hadi, 2005) data menunjukkan pembelajaran realistik telah telah terbukti merangsang penalaran dan kegiatan berpikir siswa. Pendekatan pembelajaran matematika realistik sangat memungkinkan merangsang penalaran dan kegiatan berpikir karena permasalahan dalam matematika dipandang sebagai aktivitas manusia. Pemanfaatan lingkungan yang dipahami siswa dalam belajar memungkinkan siswa lebih tertarik untuk mempelajarinya yang akhirnya berpengaruh positif terhadap hasil belajarnya.
Hasil temuan ini menunjukkan bahwa untuk mengajarkan materi matematika khusus pokok bahasan Peluang untuk kelas XI SMK lebih baik menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik daripada dengan pendekatan dalam  KTSP. Hal ini didukung oleh penelitian Saragih (2007) menyimpulkan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran berdasarkan pendekatan pembelajaran matematika realistik mempunyai hasil belajar yang labih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran berdasarkan pendekatan dalam  KTSP.
Dengan demikian dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pendekatan pembelajaran dan sikap terhadap matemati cukup signifikan mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.

D. Simpulan, Implikasi Dan Saran

  1. a.      Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan di bawah ini:
Pertama,  pendekatan pembelajaran realistik dan pendekatan pembelajaran dalam  KTSP memberi pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar matematika. Pendekatan pembelajaran realistik memberikan pengaruh yang lebih tinggi terhadap hasil belajar matematika dibandingkan dengan penggunaan pendekatan pembelajaran dalam KTSP. Maka penggunaan pembelajaran realistik lebih efektif digunakan daripada pendekatan pembelajaran dalam  KTSP dalam meningkatkan hasil belajar matematika.
Kedua, sikap matematika tinggi dan sikap matematika rendah memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar matematika siswa. Hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap matematika tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki sikap matematika rendah.
Ketiga, hasil perhitungan analisis varians menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran realistik dengan sikap terhadap matematika, dimana siswa yang memiliki sikap matematika tinggi lebih baik diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran realistik dibandingkan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran dalam  KTSP, sedangkan siswa yang memiliki sikap matematika rendah lebih baik diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran dalam KTSP dibandingkan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran realistik.

  1. b.      Implikasi
Dari hasil simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat diketahui  bahwa pendekatan pembelajaran realistik ternyata lebih efektif digunakan dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMK dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran dalam KTSP. Pada pendekatan pembelajaran realistik guru sebagai fasilitator, artinya guru dapat diharapkan menyediakan bermacam-macam masalah kontekstual tentang materi untuk mendorong siswa menemukan konsep atau prosedur yang termuat didalamnya, sedangkan siswa mengurangi ketergantungan aktivitasnya dalam menyelesaikan soal. Pembelajaran cenderung berpusat pada siswa, melalui pembelajaran matematika realistik siswa memiliki kebebasan dalam menentukan cara untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika karena : 1) penggunaan masalah-masalah kontekstual, 2) mengaitkan sesama topik  dalam matematika, 3) penggunaan metode interaktif dalam pembelajaran matematika, dan 4) penghargaan setiap jawaban. Pembelajaran matematika dalam KTSP, penyampaian materi tidak masalah kontekstual yang ada disekitar siswa, sehingga siswa sulit membayangkan masalah yang mereka hadapi. Pada pendekatan pembelajaran dalam  KTSP fase-fgase yang dilakukan guru adalah: 1) menyajikan tujuan dan memotivasi siswa, 2) menyajikan informasi yang akan dipecahkan siswa, 3) mengorganisasikan dan membimbing dalam kelompok-kelompok belajar, dan 4) melakukan evaluasi dan memberi penghargaan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ternyata peranan sikap terhadap matematika sangat berpengaruh dalam peningkatan hasil belajar. Akan tetapi hasil belajar yang diperoleh tidak merata, ini disebabkan kelas siswa yang diajar memiliki dua sikap pada matematika, yaitu sikap matematika tinggi dan sikap matematika rendah. Oleh karena itu guru harus dapat menumbuhkan sikap terhaqdap matematika dalam pembelajaran matematika dengan cara: 1) memberi rangsangan dalam pembelajaran matematika, 2) pendekatan pembelajaran yang bervariasi, 3) penggunaan bermacam-macam buku pelajaran, dan 4) suasana belajar yang kondusif.
Siswa dengan sikap matematika tinggi, tidak akan pernah berhenti berusaha untuk menemukan jawaban. Dengan demikian maka siswa yang selalu melatih dirinya secara terus menerus akan dapat menemukan prosedur kerja yang sistematis yang pada gilirannya siswa akan terbiasa dan berlatih untuk memecahkan masalah-masalah. Dengan demikian konsekuensinya apabila siswa dengan sikap matematika rendah tentu akan rendah pula pencapaian hasil belajar matematika, sebaliknya siswa dengan sikap matematika tinggi maka tingkat pencapaian hasil belajar matematika lebih tinggi.
Konsekuensi logis dari pengaruh sikap matematika terhadap hasil belajar matematika berimplikasi kepada guru pengampu mata pelajaran matematika untuk melakukan identifikasi dan prediksi di dalam menentukan sikap matematika yang dimiliki siswa. Apabila sikap terhadap matematika siswa dapat dikelompokkan maka guru dapat menerapkan rencana-rencana pembelajaran dan pendekatan pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa, disamping itu juga guru dapat melakukan tindakan-tindakan lain misalnya untuk siswa yang memiliki sikap matematika tinggi diberikan materi-materi pengayaan dan soal-soal latihan dengan tingkat kesukaran yang lebih tinggi sedangkan untuk siswa dengan sikap matematika rendah diberikan materi-materi remedial yang bertujuan memberikan pemahaman dan penguasaan kepada siswa terhadap materi pelajaran. Dengan demikian siswa diharapkan mampu membangun dan menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkannya dalam menyelesaikan persoalan belajar untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Disamping itu siswa diharapkan mampu untuk meningkatkan retensinya dengan cara menemukan materi-materi penting bukan karena diberitahukan oleh orang lain (guru).
Implikasi dari perbedaan karakteristik siswa dari segi sikap matematis mengisyaratkan guru dalam memilih pendekatan pembelajaran harus mempertimbangkan sikap terhadap matematika siswa. Dengan adanya sikap terhadap matematika dalam diri siswa akan berperan terhadap reaksi positif atau negatif yang akan dilakukannya dalam merespon suatu ide, gagasan atau situasi tertentu dalam pembelajaran yang berlangsung. Oleh karena itu pendekatan pembelajaran yang diterapkan guru akan efektif atau tidak tentunya tergantung dari karakteristik siswa. Adanya perbedaan sikap terhadap matematika ini juga berimplikasi kepada guru di dalam memberikan motivasi, membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa. Bagi siswa dengan sikap matematika tinggi hal tersebut tidaklah menjadi sebuah kesulitan bagi guru dalam motivasi, membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa, tetapi bagi siswa dengan sikap matematika rendah maka guru perlu memberikan perhatian yang lebih dan kontinu di dalam memberikan motivasi, membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa. Dapatlah dimaklumi bahwa pemberian motivasi, membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa akan efektif apabila hubungan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa tercipta dan terjalin secara kondusif sebelumnya. Secara khusus bagi siswa-siswa yang berkesulitan belajar maka guru matematika dapat bekerja sama dengan guru bimbingan dan konseling (BK) untuk menanginanya.
Perbedaan sikap terhadap matematika ini juga berimplikasi kepada guru di dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Tindakan yang dapat dilakukan guru adalah dengan menerapkan konsep belajar tutorial sesama murid dimana guru mengarahkan dengan membentuk kelompok belajar atau kelompok diskusi di dalam kelas dimana siswa yang dengan sikap matematika tinggi memberikan bantuan kepada siswa dengan sikap matematika rendah, dengan demikian kegiatan pembelajaran bagi siswa dengan sikap matematika rendah dapat terbantu dalam memahami materi pelajaran.
Pembelajaran matematika realistik cukup efektif bagi siswa yang memiliki sikap matematika tinggi tetapi tidak efektif bagi siswa yang memiliki sikap matematika rendah, dikarenakan pada pembelajaran matematika realistik guru berperan sebagai fasilitator dan materi yang disajikan dalam pembelajaran memahami, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah kontekstual yang menuntut ketekunan dan keuletan yang tinggi. Bagi siswa yang memiliki sikap matematika rendah, pembelajaran matematika dalam  KTSP cukup efektif dikarenakan pada proses pembelajaran siswa dikelompokkan dan akan menjadi tutor sebaya, sehingga siswa yang memiliki sikap matematika rendah lebih leluasa belajar kepada teman sebaya yang lebih memahami persoalan yang sedang dibahas.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat interaksi pendekatan pembelajaran dan sikap pada matematika terhadap hasil belajar. Interaksi tersebut terindikasi dari siswa dengan sikap matematika tinggi dan dibelajarkan dengan pendekatan realistik memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran dalam KTSP. Sedangkan bagi siswa dengan sikap matematika rendah yang diajar dengan pendekatan realistik tidak lebih tinggi dibandingkan yang diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran dalam KTSP. Dengan demikian dapat dipahami bahwap pendekatan realistik lebih tepat digunakan bagi siswa yang memiliki karakteristik sikap matematika tinggi, sedangkan pendekatan pembelajaran dalam  KTSP lebih tepat digunakan bagi siswa dengan karakteristik sikap matematika rendah.
Hasil penelilitan juga menunjukkan bahwa untuk meningkatkan hasil belajar matematika dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru dan sikap terhadap matematika yang dimiliki siswa. Dalam hal ini antara guru dan siswa yang mempunyai peranan yang sama dan berarti dalam meningkatkan hasil belajar matematika itu sendiri, sehingga dengan demikian untuk mencapai hasil belajar yang maksimal maka kedua variabel tersebut yaitu pendekatan pembelajaran dan sikap matematis perlu menjadi perhatian sekaligus.
Selanjutnya secara khusus temuan pada penelitian ini memberikan implikasi kepada :
Pertama, Departemen Pendidikan Nasional Kabupaten Serdang Bedagai, agar melakukan pendidikan dan pelatihan pendekatan realistik terhadap guru-guru matematika karena melalui penelitian yang dilakukan ini ditemukan bahwa guru matematika yang ada di SMK Negeri 1 Pantai Cermin belum mengenal pendekatan pembelajaran realistik. Hal ini terindikasi ketika peneliti mengadakan penelitian mengenai pendekatan realistik dalam pembelajaran matematika, maka para guru bertanya seperti apa pembelajaran realistik tersebut dan bagaimana melaksanakan di kelas. Langkah lain yang dapat diterapkan dalam meningkatkan kemampuan guru terhadap penguasaan pembnelajaran realistik yang dapat dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional Kabupaten Serdang Bedagai jika alternatif  pertama yaitu melaksanakan pendidikan dan pelatihan tentang pendekatan realistik tidak dapat dilaksanakan karena mungkin keterbatasan anggaran adalah dengan memberikan bantuan berupa penyaluran buku-buku tentang pembelajaran realistik ke sekolah-sekolah agar dapat dipelajari guru-guru. Diharapkan melalui penyaluran buku-buku tersebut guru-guru dapat mempelajarinya dan mendiskusikannya secara bersama-sama di sekolah untuk kiranya dapat diterapkan dalam kegaiatan pembelajaran di kelas.
Kedua, temuan penelitian ini memberikan implikasi kepada pengawas rumpun mata pelajaran matematika yang ada di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional Kabupaten Serdang Bedagai, dimana menjadi kewajiban dan tanggung jawab seorang pengawas rumpun mata pelajaran matematika untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada guru-guru yang berada di bawah pengawasannya tentang peningkatan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan realistik dalam pembelajaran matematika karena melalui penelitian ini telah terbukti efektif untuk meningkatkan hasil belajar matematika.
Ketiga, temuan ini berimplikasi kepada penyelenggara sekolah dalam hal ini kepala sekolah. Sebagaimana diketahui bahwa penerapan pendekatan pembelajaran yang cukup memadai, untuk itu ketersediaan alat-alat atau media pembelajaran yang dipergunakan dalam pembelajaran menjadi tanggung jawab penyelenggara sekolah secara umum dan guru secara khusus. Untuk itu diharapkan penyelenggara sekolah menyediakannya atau paling tidak berupaya mengusahakannya melalui permintaan kepada instansi terkait atau bisa juga dilakukan pemenuhan alat-alat atau media pembelajaran itu dianggarkan dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS).
Keempat, temuan penelitian ini  juga memberikan implikasi kepada penulis/pengarang buku matematika agar kiranya dapat menyajikan pendekatan realistik dalam penerbitan buku pada tahun-tahun yang akan datang sehingga guru dan siswa menemui variasi pendekatan pembelajaran yang berbeda dalam pembelajaran matematika.

  1. c.       Saran – Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi seperti yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disarankan beberapa hal berikut:
  1. Kepada pihak sekolah SMK Negeri 1 Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai, hendaknya mengadakan pelatihan guna meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika relaistik kepada guru-guru bidang studi matematika, hal ini dilakukan karena belum semua guru-guru yang mengetahui pendekatan realistik.
  2. Kepada guru-guru hendaknya lebih kreatif untuk mendapatkan informasi tentang pendekatan realistik, misalnya dengan mengikuti diskusi ilmiah, seminar-seminar, mencari bahan melalui internet dan lain-lain sehingga guru tersebut dapat menyusun skenario pendekatan pembelajaran realistik.
  3. Guru sebaiknya menyajikan bermacam-macam masalah kontekstual tentang materi pembelajaran untuk dapat mendorong siswa menemukan konsep atau prosedur yang termuat didalamnya. Sedangkan siswa belajar sendiri menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapi
  4. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa yang memiliki sikap matematis tinggi, pendekatan pembelajaran matematika realistik ini sebagai salah satu alternatif yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut, disamping itu dengan pendekatan pembelajaran realistik ini siswa akan lebih terlatih dan terbiasa memahami dan menyelesaikan masalah-masalah kontekstual yang berada dilingkungannya demikian juga disarankan bagi guru untuk menggunakan pendekatan pembelajaran dalam  KTSP untuk membelajarkan siswa yang memiliki sikap matematis rendah agar hasil belajarnya lebih tinggi
  5. Materi pelajaran matematika hendaknya dikaitkan dengan masalah-masalah kontekstual yang ada disekitarnya, pendekatan pembelajaran realistik ini merupakan pendekatan pembelajaran yang tepat agar hasil belajar matematika siswa lebih tinggi
  6. Untuk penelitian lanjutan, pendekatan pembelajaran realistik sebaiknya dipadukan dengan pendekatan pembelajaran dalam  KTSP, sehingga dengan gabungan kedua pendekatan ini diharapkan hasil belajar matematika akan lebih baik
  7. Dinas pendidikan dapat membantu para guru khususnya guru matematika melalui orang-orang yang berkompeten dalam mengembangkan dan mendesain pendekatan pembelajaran demi meningkatkan keefektifan pembelajaran. Agar para guru dapat terangsang untuk berkreasi dan mengadakan inovasi dalam mencari serta menentukan pendekatan pembelajaran

Daftar Pustaka

Ali, Muhammad. (2008). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Angkowo,R. (2007). Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta: Grasindo

Ansari, I. Bansu. (2009). Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : Yayasan Pena

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineke Cipta.

Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Atmodiwirio, S. (2002). Manajemen Pelatihan. Jakarta : PT. Ardadizya Jaya.

Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Azwar, Saifuddin. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Brannen, J. (2005). Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Samarinda: Fakultas

Tarbiyah IAIN Antasari Samarinda

Dahar,R.W. (1998). Teori-Teori Belajar. Bandung : Erlangga.

Dick,W. and Carey, L. (2005). The Systematic Design of Instruction. Florida : Harper Callins Publisher.

Djamarah, S.B. dan Zein. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Emzir. (2007).  Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Farikhin. (2007). Mari Berpikir Matematis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Fathani, A. H. (2008).  Pembelajaran Realistik, Atasi Fobia Matematika. Online, tersedia http://husniabdillah.multiply.com/journal/item/9

Fathani, A.H. (2009). Matematika Hakikat & Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Fauzi, Muhammad Amin. (2004). Metode Pemberian Tugas Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika Realistik Pokok Bahasan Pembagian Bilangan di Kelas IV SDN 060857 Medan. Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume: 11 Nomor: 2 Maret 2005 Hal. 173 – 184.

fadjar_p3g@yahoo.com & www.fadjarp3g.worpress.com.

Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin. Penerbit Tulip.

Haji, S. (2005). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik terhadap Matematika di Sekolah Dasar. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Hamalik,O. (2008). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta : Bumi Aksara.

Hasibuan,J.J. (2008). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jihad, A. (2008). Pengembangan Kurikulum Matematika. Yogyakarta : Multi Pressindo.
Jurnalisme Seribu Mata BASIS. (2009). Pelajaran Matematika Yang Menakutkan. Edisi Khusus Pendidikan Matematika. Jakarta: Yayasan BP Basis.

Miarso,Y,dkk. (2007). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Prenada Media

Muhaimin,H. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pada Sekolah & Madrasah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Mulyasa,H.E. (2009). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara

Muslich, M. (2008). KTSP Dasar Pemahaman Dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nasution. (1999). Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Nasution, S. (2008). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara

Nazir, Moh. (2003). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Pidarta,M. (2007). Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sadiman,A.S. (1986). Media Pendidikan. Jakarta:  RajaGrafindo Persada

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik.. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Sanjaya,W. (2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

__________, (2008). Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

__________, (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

Sa’ud, Saefuddin Udin. (2008). Inovasi Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Singarimbun, M. (2006). Metode Penelitian Survai. Jakarta. LP3ES

Sibuea, A.M. (1987). Hubungan Antara Sikap Mandiri, Pengetahuan Kewirausahaan dan Motivasi Berwiraswasta dengan Sikap Berwiraswasta Siswa-Siswa STM Di Kota Madya Medan. Tesis Fakultas PascaSarjana IKIP Jakarta.

Sudjana,N. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sudjana. (2005) Metoda Statistika. Bandung : PT. Tarsito.

Sriyanto,HJ. (2007). Strategi Sukses Menguasai Matematika. Yogyakarta : Indonesia Cerdas

Stone, R. (2009). Cara-Cara Terbaik Mengajarkan Matematika. Jakarta: Indeks

Sudijono, A. (2008). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sugamin, Dkk. (2009). Mathematis Problem Solving in Realistic Mathematics. Jurnal Pendidikan Matematika. Volume: 2 Nomor: 1 Edisi Juni 2009 Medan Hal. 179 – 190.

Sugiyono, (2009). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2008). Pengembangan Kurikulum. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Suparman, A.M. (2001). Desain Instruksional. Jakarta : Universitas Terbuka

Soeharto, K. (2003). Teknologi Pembelajaran. Surabaya: SIC

Suriasumantri,J,S. (2005). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Suryabrata,S. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Tim MKPBM Matematika. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontenporer. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Triyanto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Propresif. Surabaya: Kencana Renada Media Group

Tuckman, B. W (1978). Conducting Educational Research. New York: Harcourt Brace Jovanovich.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika. Jakarta : Leuser Cita Pustaka.

Uno,H. B. (2008). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

, (2009). Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Usman, H. (2006). Pengantar Statistika. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Remaja Rosdakarya.

Winkel.W.S. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Yamin, M. (2008). Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta : Gaung Persada Press.

Zainuri. (2007). Pembelajaran Matematika Realistik, http://zainurie.wordpress.com/2007/04/13/pembelajan-matematika realistik

Zuriah, N. (2009). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara




Sumber: http://www.infodiknas.com